KESUSASTRAAN Secara
etimologi (menurut asal-usul kata) kesusastraan berarti karangan yang indah.
“sastra” (dari bahasa Sansekerta) artinya : tulisan, karangan. Akan tetapi
sekarang pengertian “Kesusastraan” berkembang melebihi pengertian etimologi
tersebut. Kata “Indah” amat luas maknanya. Tidak saja menjangkau
pengertian-pengertian lahiriah tapi terutama adalah pengertian-pengertian yang
bersifat rohaniah.
Sebuah cipta sastra yang indah,
bukanlah karena bahasanya yang beralun-alun dan penuh irama. Ia harus dilihat
secara keseluruhan: temanya, amanatnya dan strukturnya. Pada nilai-nilai yang
terkandung di dalam ciptasastra itu.
Bentuk-bentuk Kesusastraan
Ada beberapa bentuk kesusastraan :
- Puisi
- Cerita Rekaan (fiksi)
- Essay dan Kritik
- Drama
Apakah yang membedakan antara puisi
dengan cerita rekaan? Perbedaan itu akan terlihat dalam proses pengungkapannya.
Dalam puisi akan dijumpai dua proses yang disebut Proses konsentrasi dan proses
intensifikasi. Proses konsentrasi yakni proses pemusatan terhadap suatu focus
suasana dan masalah, sedang proses intensifikasi adalah proses m pendalaman
terhadap suasana dan masalah tersebut. Unsur-unsur struktur puisi berusaha
membantu tercapainya kedua proses itu. Inilah hakekat puisi, yang kurang
terlihat dalam proses (cerita rekaan, esei dan kritik serta drama). Pada prosa,
suasana yang lain atau masalah-masalah yang lain dapat saja muncul di luar
suasana dan masalah pokok yang ingin diungkapkan seorang pengarang dalam
ciptasastranya.
Cerita-cerita (fiksi) sering dibedakan
atas tiga macam bentuk yakni : Cerita pendek (cerpen), novel, dan roman. Akan
tetapi di dalam kesusastraan Amerika umpanya hanya dikenal istilah : cerpen
(short story) dan novel. Istilah roman tidak ada. Yang kita maksud dengan
“roman” dalam kesusastraan Amerika adalah juga “novel”.
Perbedaan antara ketiga bentuk cerita
rekaan itu tidaklah hanya terletak pada panjang pendeknya cerita tersebut. Atau
pada jumlah kata-katanya. Ada ukuran lain yang membedakannya.
Cerita-pendek(cerpen) merupakan pengungkapan suatu kesan yang hidup dari
fragmen kehidupan manusia. Daripada tidak dituntut terjadinya suatu perobahan
nasib dari pelaku-pelakunya. Hanya suatu lintasan dari secercah kehidupan
manusia, yang terjadi pada suatu kesatuan waktu.
Novel merupakan pengungkapan dari
fragmen kehidupan manusia (dalam jangka yang lebih panjang) dimana terjadi
konflik-konflik yang akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan jalan hidup
antara para pelakunya. Beberapa contoh novel dalam kesusastraan Indonesia
misalnya adalah “Belenggu” karya Armin Pane, “Kemarau” karya A.A. Navis,
“Merahnya Merah” karya Iwan Simatupang.
Dalam “Belenggu” misalnya setelah
terjadi konflik-konflik antara dr. Sukartono, Sumartini, Rokhayah, maka
akhirnya terjadilah perubahan jalan hidup pada masing-masing pelaku novel
tersebut. Begitu juga antara Sutan Duano dalam “kemarau” dengan anaknya setelah
terjadi konflik-konflik kemudian diikuti pula dengan perubahan jalan nasib.
Demikian pula dalam “Merahnya Merah”. Tokoh kita, Fifi dan Maria mengalami
perubahan jalan nasib setelah terjadi konflik-konflik.
Roman merupakan bentuk kesusastraan
yang menggambarkan kronik kehidupan yang lebih luas dari kehidupan manusia.
Biasanya dilukiskan mulai dari masa kanak-kanak sampai menjadi dewasa, akhirnya
meninggal. Sebagai contoh misalnya roman “Siti Nurbaya”, “Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck” ataupun roman “Atheis” karya Akhdiat Kartamiharja.
Istilah roman bersalah dari
kesusastraan Perancis. “Roman” adalah bahasa rakyat sehari-hari di negeri
Perancis. Kemudian berkembang artinya menjadi cerita-cerita tentang
pengalaman-pengalaman kaum ksatria dan cerita-cerita kehidupan yang jenaka,
dari pedesaan. Sekarang pengertian roman telah menyangkut tentang kehidupan
manusia pada umumnya.
Hakekat dari cerita rekaan ialah
bercerita. Ada yang diceritakan dan ada yang menceritakan.
Bentuk ciptasatra yang lain adalah esei
dan kritik. Esei adalah suatu karangan yang berisi tanggapan-tanggapan,
komentar, pikiran-pikiran tentang suatu persoalan. Setiap esei bersifat
subjektif, suatu pengucapan jiwa sendiri. Di dalam esei bila kita lihat pribadi
dan pendirian pengarang. Pikiran-pikirannya, sikap-sikapnya, ciata-citanya dan
keinginannya terhadap soal yang dibicarakannya. Atau terhadap hidup pada
umumnya. Dalam esei tidak diperlukan adanya suatu konklusi (kesimpulan). Esei
bersifat sugestif dan lebih banyak memperlihatkan alternatif-alternatif.
Berbeda dengan esei adalah studi. Ia
merupakan suatu karangan sebuah ciptasastra. Suatu kritik juga bersifdat
subjektif meskipun barangkali menggunakan term-term yang objektif. Kritik
merupakan salah satu bentuk esei. Suatu kritik (sastra) yang baik juga harus
lebih banyak memperlihatkan alternatif-alternatif daripada memberikan vonis.
Beberapa penulis esei yang terkenal dalamf kesusastraan Indonesia adalah
Gunawan Mohammad, Arief Budiman, Wiratmo Sukito, Sujatmoko, Buyung Saleh (Tokoh
Lekra), Umar Khayam dan lain-lain. Sedang tokoh-tokoh kritikus yang terkenal
antara lain adalah : H.B. Yassin, Prof. Dr. A. Teeuw, M.S. Hutagalung, J.U.
Nasution, Boen Sri Umaryati, M. Saleh Saad, Umar Yunus dan lain-lain.
Bentuk kesusastraan yang lain adalah
drama atau sandiwara (sandi = rahasia, Wara = pelajaran). Artinya pelajaran
yang disampaikan secara rahasia. Drama atau sandiwara yang digolongkan ke dalam
ciptasastra bukanlah drama atau sandiwara yang dimainkan (dipergelarkan) tetapi
adalah cerita, atau naskah, atau reportoar yang akan dimainkan tersebut.
Hakekat drama adalah terjadinya suatu
konflik. Baik konflik antara tokoh, ataupun konflik dalam persoalan maupun
konflik dalam diri seorang tokoh. Konflik inilah nanti yang akan mendorong
dialog dan menggerakkan action.
Kaitan Manusia dengan Kesusatraan
Manusia
sangat berhubungan erat dengan kesusastraan, sebab manusia itu sendirilah yang
menciptakan kesusastraan. Jika tidak ada manusia maka tidak akan tercipta
kesusastraan sebab kesusastraan itu sendiri merupakan hasil gagasan-gagasan,
ide-ide, imajinasi, dan pemikiran-pemikiran manusia yang kemudian dituangkan ke
dalam bentuk tulisan.
Contoh :
Puisi
Menyesal
Karya: Ali Hasjmy
Pagiku
hilang, sudah melayang
Hari
mudaku sudah pergi
Sekarang
petang sudah membayang
Batang
usiaku sudah tinggi
Aku
lalai dipagi hari
Beta
lengah di masa muda
Kini
hidup meracun hati
Miskin
ilmu, miskin harta
Akh,
apa guna kusesalkan
Menyesal
tua tidak berguna
Hanya
menambah luka sukma
Kepada
yang muda kuharapkan
Atur
barisan di pagi hari
Menuju
kearah padang bakti
Itu merupakan salah satu contoh bentuk kesusastraan
dalam bentuk puisi. Dalam karya tersebut terlihat bahwa manusia pencipta karya
tersebut-si penulis ingin menyampaikan kepada pembaca lewat karya sastranya bahwa gunakan
waktu muda dengan sebaik baiknya karena jika kita meyia-nyiakannya maka kita akan
menyesalinya pada saat tua. Selain itu lewat karyanya penulis juga menyampaikan
pesan agar sejak awal mempersiapkan hari depan yang baik
yaitu dengan menuntut ilmu secara sungguh-sungguh, karena jika tidak kita akan
menyesalinya di kemudian hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar